INTERAKSI SOSIAL KAMPUNG ADAT RATENGGARO NUSA TENGGARA TIMUR




INTERAKSI SOSIAL 
KAMPUNG ADAT RATENGGARO 
NUSA TENGGARA TIMUR
         

  Berbicara tentang interaksi sosial suatu adat, saya langsung terfikir dan berniat untuk menulis interaksi sosial di kampung adat RATENGGARO, dimana kampung adat ini terletak di Nusa Tenggara Timur, saya pernah membaca di suatu majalah tentang adat ini. Berikut ini adalah ceritanya:

     Interaksi Sosial berasal dari Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi dan saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakannya

    Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Seperti halnya manusia dalam arti sosial, yaitu manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri .

   Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.
    Petang merembang pada sebuah kampung yang halaman belakangnya berpagar jurang karang, membatasinya dari Samudra Hindia, deburan ombak yang pasang berlomba membasahi pasir putih pada pantai yang sempit, angin menusuk tubuh .

   Terdapat keriaan orang sumba yang secara bersamaan terdengar suara gong dan tambur mengalun, Pada saat tamu datang dan masuk ke kampung itu , seseorang pria dengan penuh senyum meyodorkan sebilah parang yang ia cabut dari pinggang, dan seketika suara suara gong dan tambur itu pun hilang.
   Seringkali di kampung adat lain, jika diberi parang, orang tersebut mengajak berduel untuk meneropong niat dan masa depan si tamu yang berkunjung ke Ratenggaro, tetapi beda halnya dengan orang yang berada di kampung ini, mereka meminta orang yang berkunjung untuk memotong ayam yang nantinya digunakan sebagai perjamuan makan, selain itu mereka diharuskan juga menyembelih ayam. Tanpa bumbu apapun , ayam dibakar dengan bulu bulunya, lalu dihidangkan. Hal ini disebut sebagai upacara kecil penyambutan tamu.

    Untuk para tamu menginap disediakan rumah adat milik mereka sendiri, yaitu rumah menara, dinamakan rumah menara karena tingginya yang mencapai 20 meter, rumah adat ini melambangkan status sosial. 

    Pengerjaan rumah adat ini melibatkan semua penduduk kampung serta restu para leluhur, semua warga kampung berjumlah 600 jiwa hadir , mereka bergotong royong menyumbang dana dan makanan serta membantu mendirikan empat tiang utama dan menara hingga sempurna berdiri.

   Intinya pada saat berada di kampung ini, jagalah tingkah laku, karena peraturan yang ada disana tidak tertulis, apabila kita menjaga tingkah laku dan melakukan tindakan yang sewajarnya serta akrab dan terus berinteraksi dengan warga disana, maka kita sudah pasti tidak akan terkena sanksi atas peraturan peraturan yang berlaku disana. 

Sumber:
Majalah Tempo 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment