KONSPIRASI
PENUALAN PLN KE ASING
Pendahuluan
Ahmad
Daryoko adalah seseorang penulis alumni SMAN Negerei 1 Kota Magelang, Jawa
Tengah, 1972. Setelah menamatkan SMA kemudian melanjutkan studi ke fakultas
teknik sipil hydro, Univesitas Gajah Mada, Yogyakarta, Setelah melalang buana
di antaranya ke proyek survey sungai cimanuk fakultas teknik UGM, pembantu
Dekan III Fakultas tenik Universitas Negeri Tidar Magelang (saat itu masih
swasta) serta terakhir sebelum masuk PLN sempat diterima sebagai dosen di
fakultas teknik Universitas Diponegoro tetapi hanya tiga bulan, karena kemudian
terpanggil untuk mengabdikan diri ke PLN proyek PLTA Cirata, jawa barat pada
awal tahun 1984. Setelah selesainya Proyeknya PLTA Cirata , pada 1999 kemudian
pindah ke PLN Pusat sebagai staff Divisi Hydro, Divisi Umum dan Direktorat
Niaga sebelum akhirnya menjabat sebagai Project Director Proyek PLTU Tanjung
Awar-Awar yang merupakan bagian dari proyek Percepatan Pembangunan PLTU 10.000
MW, dan memasuki masa purna tugas pada tahun 2009.
Sehubungan
kebijakan pemerintah yang mengijinkan agar setiap BUMN ada serikat Pekerja,
maka dipercaya pula sebagai Sekertaris Jendral antara 1999-2003 yang kemudian
menjadi ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN (PERSERO). Dan mengingat dipercaya
pula sebagai ketua umum federasi serikat pekerja BUMN strategis ( PLN, TELKOM,
PERTAMINA, TELKOMSEL, INDONESIA POWER, PJB dan GARUDA INDONESIA) maka pada
tahun 2011 terpilih sebagai Presiden Serikat Nasional (Gabungan BUMN dan
SWASTA)
Identitas Buku
Judul
: Konspirasi Penjualan PLN ke ASING
Pengarang
: Ahmad Daryoko
Penerbit
: PT BAKTI INSAN GLOBALINDO
Tempat
Terbit : Bogor
Tahun
Terbit : 2015
Cetakan
: Pertama, April 2015
Ukuran
: 23 x 15 cm
Jumlah
Halaman: 288
ISBN
978-602-72542-0-6
Harga
: Rp 55.000
Gambaran isi buku
Judul
: Konspirasi Penjualan PLN ke ASING
Bidang
: Infrastruktur Sektor Ketenagalistrikan PLN
Tema
: Infrastruktur Sektor Ketenagalistrikan yang terintegrasi dengan pemimpin yang
visoner
Isi
pokok : Perubahan
Status PLN dari Badan Usaha Penyedia Ketenagalistrikan dari hulu ke hilir ,
sekarang hanya menjadi perusahaan penyedia jaringan distribusi dan transmisi
Tulisan
ini semula hanya akan difokuskan pada permasalahan SP PLN saja sebagai memori
waktu penulis ikut terlibat langsung sebagai jajaran pengurus, Namun ,
untuk membahas masalah privatisasi PLN ternyata banyak melibatkan pihak
eksternal, baik terkait tokoh dan undang-undang, terlebih, kebijakan
liberalisasi sector kenagalistrikan harus dilkaukan secara terbuka, agar
masyarakat atau konsumen PLN tahu permasalahan ini
Bahan
tulisan ini didaptkan dari bahan seminar seperti saat SP PLN bergerak untuk
sosialisasi liberalisasi sector ketenagalistrikan antara tahun 2001-2009 diperguruan
tinggi lain di Universitas Taman Siswa Padang, Institut Teknologi Bandung,
Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Airlangga Surabaya,
Universitas Brawijaya Malang, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Universitas
Utara Medan, Universitas Tanjung Pura Pontianak, Universitas Lambung Mangkurat,
Universitas Islam Sumatera Utara Medan, Univesitas Udayana Denpasar dan lain
lain.
Buku
ini juga merupakan hasil pembahasan di berbagai joint seminar ataupun diskusi
terkait dengan kondisi PLN dan penerapan liberalisasi sector ketagalistrikan
bersama Partai Bulan Bintang di Jakarta, Partai Keadilan Sejahtera, Partai
Rakyat Demokratik, Hizbut Tahrir Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Forum Umat Islam dan Ulama SeJabdetabek di
Pondok Pesantren Darujannah dan lain lain.
Dan
tentunya bahan sidang Mahkamah Konstitusi tahun 2003-2004 saat uji materi UU No
20/2002 maupun judicial review UU no 30/2009 tentang ketenagalistrikan yang
berlangsung pada tahun 2009-2010 menjadi acuan penyusunan buku ini.
Sebenarnya
langkah menyewakan pembangkit listrik ini adalah cara untuk menggiring PLN
menjadi “service company”. Jadi Peran PLN akan dikerdilkan dengan hanya
mengurusi distribusi dan transmisi listrik saja. untuk Pengelolaan pembangkit
listrik diserahkan pada kalangan swasta, termasuk swasta asing.
Jadi
rencana ini adalah bagaian dari “liberalisasi” di bidang energi dan listrik.
peran pemerintah hanya di batasi sebagai regulator bukan lagi sebagai operator.
Itu artinya segala pengelolaan sumber daya alam, energi termsauk di dalamnya
pembangkit listrik, pengelolaanya di serahkan kepada swasta termasuk swasta
asing, inilah yang sejatinya mengancam negeri ini, dan ini yang seharusnya di
sadari oleh seluruh rakyat negeri ini dan di jadikan musuh bersama.
Sistem
ekonomi memandang, barang yang menjadi milik umum (termasuk listrik)
pengelolaanya akan di serahkan kepada negara demi kemaslahatan rakyat dan tidak
boleh dimiliki dan dikuasai oleh swasta baik domestik apalagi asing. Dan untuk
mekanisme distribusinya sepenuhnya diserahkan kepada para pemimpin. Dengan
demikian, kebutuhan listrik didistribusikan sesuai dengan kebutuhan rakyat
tanpa ada yang diistimewakan atau dikecualikan.
Barang
publik juga dapat dijual dengan harga pasar seperti minyak bumi dan logam.
Meski demikian harga penjualannya dikembalikan kepada rakyat (berupa fasilitas
seperti pendidikan, rumah sakit, dan fasilitas umum lainya ) ataupun bisa di
simpan di baitul mal (kas negara). Di Baitul Mal, dana tersebut disimpan dalam
pos harta milik umum dimana khalifah sama sekali tidak diperkenankan
menggunakannya untuk kegiatan negara..
Sistem
ekonomi memandang energi pada umumnya dan listrik khususnya merupakan kebutuhan
pokok masyarakat. yang sudah seharusnya menjadi fokus utama negara, dan sudah
sewajarnya diberikan perlakuan khusus seperti membangun unit berkualitas dan
menjaganya agar tetap beroperasi dengan handal dan memiliki lifetime yang
panjang.
Isi
buku
- Tujuan buku ini sangat jelas, untuk mengupas tuntas hal hal yang memang dirasa janggal dan diharapkan masyarakat mengetahui asal mula Infrastruktur Sektor Ketenagalistrikan PLN dari dahulu hingga sekarang
- Pembaca sasaran dalam buku ini adalah seluruh masyarakat Indonesia berbagai kalangan, bukan hanya kalangan ekonomi keatas, tapi juga menengah & kebawah karena dengan mereka membaca ini, mereka tidak hanya bisa berkomentar tanpa solusi, tapi mereka dapat mengeluarkan pendapat berdasarkan alur asal mula perkara yang ada, karena dampak dari masalah yang dibahas disini akan berakibat langsung ke masyarakat.
- Tema buku ini kurang menarik untuk kalangan awam, karena pembahasan yang terlalu rumit untuk dimengerti, tetapi akan sangat menarik bagi orang yang memahami atau bekerja di bidang kelistrikan
- Untuk pembaca sasaran dari buku ini diharapkan dapat menjadi suatu sumber untuk penelitian atau mungkin dapat dijadikan suatu contoh hal yang memang relevan dibidang lainnya
- Data data pada buku ini terbukti kongkrit dan benar , pada buku ini dilampirkan bukti bukti dari undang undang serta hasil seminar ketahanan energi nasional yang telah dibahas di berbagai instansi
- Informasi pada buku ini cukup lengkap untuk mencapai tujuan penulis buku
- Hal yang baru dalam isi buku ini adalah pembicaraan para pengamat baru baru ini tentang undang undang yang dahulu telah dibuat , mereka menganalisa undang undang tersebut sesuai dengan arus kehidupan Indonesia pada saat ini.
- Buku lain tidak mempunyai kelengkapan data seperti ini, karena yang membuat pun tidak terjun langsung ke lapangan, mereka memakai perantara orang lain, jadi masih terdapat ketidakpuasan dari pembaca
- Kekurangan dari buku ini yaitu bahasa yang sulit dipahami oleh awam, buku ini terfokus pada kelengkapan data, sehingga penyampaian ke pembaca apalagi awam sangat susah dimengerti, tetapi mungkin bagi orang yang memang dibidangnya merasa nyaman membacanya, berbeda dengan buku yang lain, mereka tidak mefokuskan pada kelengkapan data, mereka hanya memberi data yang vital saja, tidak spesifik tetapi kata kata yang dibawakan sangat mudah dipahami
Penyajian
- Isi buku disajikan secara sistematis dan logis
- Bab 1 dan Bab 2 terdapat keterkaitan
- Keterkaitan sub Bab 1 dan sub Bab 2 sebagai berikut:
Bab 1
-Putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Ketenagalistrikan No 001–021–022 / PUU-I
/2003 (2004) Versus No 149 / PUU – VII / 2009 (2010)
-
Mafia Berkeley dan Washhington Consesnsus
- Metamorfosa PLN
-
Road Map PLN
-
Lahirnya Power Sector Restructuring Program
- Perubahan Iedologi Pemerintahan
- Rencana Privatisi PLN
- Undang undang No 20/2002 tentang ketenagalistrikan
- Pandangan Internal PLN terhadap RUUK
-
Pandangan pemerintah,DPR,PLN
Bab 2
-
Perlawanan terhadap rencana privatisasi PLN dan liberalisasi ketenagalistrikan
- Rapat dengar pendapat di DPR RI
- Outsourcing PLN terkait rencana privatisasi
-
Isi Tuntunan Uji Materi SP PLN terhadap UU no 20/2002
-
Lampiran hasil Seminar Ketahan Energi Nasional
- Penulisan paragraph pada buku ini menggunakan teknik deskripsi, narasi, eksposisi serta argumentasi, semuanya ada, tergantung dalam masalah apa yang yang dihadapi, misalnya dalam pengungkapan fakta mafia Barkeley dan Washington Consesncus, disana menggunakan paragraph deskripsi dan ekposisi, karena menceritakan secara terperinci atau mendetil sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat, mendengar, dan merasakannya sendiri serta Menjelaskan atau memaparkan tentang sesuatu dengan tujuan memberi informasi berdsarkan fakta yang ada.
- Deskripsi yang dipergunakan cukup jelas dan masuk akal, saya mengutip paragraph yang menurut saya masuk akal berdasarkan masalah yang berada di gambaran isi buku, berikut kutipanya:
“Mengapa
Wapres jusuf kalla membuat statement aneh yang mana PLN akan diubah statusnya
Status PLN dari Badan Usaha Penyedia Ketenagalistrikan dari hulu ke hilir ,
hanya menjadi perusahaan penyedia jaringan distribusi dan transmisi, Apakah
pemerintah memang akan melakukan privatisasi PLN dengan melawan konstitusi?”
- Deskripsinya seperti dibawah ini:
Semuanya
terjawab karena adanya LOL (Letter of Intent) yang ditanda tangani pada oktober
1997 poin 47 tentang structural reform sub (b) :
“Pemerintah
RI akan mengambil langah untuk mendorong terjadinya kompetisi (pasar bebas) ,
dorongan ini bertujuan menaikan efisiensi , dengan cara ini , diharapkan ada
perbaikan pasokan produk ke konsumen. secara parallel, dengan usaha menaikan
efisiensi sector swasta dan terjadinya kompetisi, pemerintah akan membuat
evaluasi terhadap biaya pengeluaran yang dipakai ntuk mendukung nvestasi maupun
layanan public (seperti PLN) dalam rangka efisiensi penggunaan uang pemerintah.
Evaluasi ini dilakukan dengan kolaborasi bersama World Bank termasuk
penegluaran dari pemerintah pusat, BUMN, dan industri strategis, Evaluasi akan
selesai dalam waktu 6 bulan dan akan menyajikan program yang komprehensif untuk
perbaikan efisiensi keuangan dan restrukturisasi BUMN dan Industri strategis,
Ini semua akan dijadikan sebagai basis percepatan pelaksanaan privatisasi"
“Dengan
target terjadinya pasar bebas ketenagalistrikan dan privatisasi PLN di
jawa-bali (sebagai tahap awal) dengan unvundling vertical dan penyerahan
ketenagalistrikan ke pemda untuk PLN di luar jawa-bali dalam progam
Regionalisasi . Dengan demikian wajarlah bila wakil presiden jusuf kala saat
membuka Munas Masyarakat elistrikan Indonesia pada kamis 12 Maret 2015 lalu di
PLN pusat, menyatakan bahwa Status PLN dari Badan Usaha Penyedia
Ketenagalistrikan dari hulu ke hilir , sekarang hanya menjadi perusahaan
penyedia jaringan distribusi dan transmisi. Tapi perlu diingat , bahwa sikap
jusuf kalla sebagai wapres akan menerapkan UU no 20/2002 tentang
ketenagalistrikan tersebut adalah melawan konstitusi, karena UU no 20/2002
tersebut sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 15 Desember 2004”
- Narasi yang dipergunakan memberikan informasi tentang setiap persitiwa secara kronologis dan lengkap, berikut saya kutip dari beberapa pargraf yang merupakan narasi
“Setelah
ditandatangani Letter of Intent (LOL) induk pada tanggal 31 Oktober 1997 oleh
presiden soeharto, maka ideology berubah menjadi liberlais yang kemuadian
ditengarai sebagai sarana untuk mendukung program kapitalisme Global yakni
kekuatan kapitalis internasional yang terdiri dari para investor sector
ketenagalistrikan, Latar belakang perubahan sikap pemerintah atas sector
ketenagalistikan ini juga dialami oleh sector ekonomi yang lain, seperti
perbankan, keuangan, migas, mineral, batu bara, dll, tidak terlepas dari
konsekuensi logis letter of intent diatas. Sedang latar belakang
penandatanganan LOL oleh presiden seharto tersebut tidak luput dari tack record
rezim orde baru. Selama lebih dari 30 tahun, saat terjadi krisis ekonomi di
Asia Tenggara pada tahun 1997, Indonesia trekena dampak plaing parah akibat
politik hutang luar negeri tersebut”
- Penggunaan ekposisi memberikan informasi yang rinci, jelas dan objektif, saya belum bisa memberikan kepastian lengkap atau tidak, karena masih banyak hal yang harus saya pelajari untuk mengetahui lengkap atau tidanya informasi yang disampaikan pada buku ini. Berikut kutipan paragraph ekposisi dari buku ini yang saya ambil:
“Cikal
bakal kelistrikan di Indonesia adalah dari nasionalisasi perushaan listrik
belanda seperti NV, ANIEM, NIGM,GEBEO,EBAOM yang saat itu berkapasitas
terpasang 157,5 MW. Kemudian pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno
dari nasionalisasi perusahaan listrik tersebut meresmikan dibentuknya jawatan
Listrik dan Gas Negara. Selanjutnya , pada tahun 1961 berubah menjadi Badan
Pimpinan Umum Perushaan Listrik Negara, dan pada 1 Januari 1965 berubah nama
menjadi perusahaan listrik Negara dengan memiliki pembangit dengan kapasitas
terpasanag 300 MV. Kemudian pada tahun 1972 PLN ditetapkan sebagai perusahaan
umum (PERUM) Listrik Negara melalui peraturan pemerintah No 18/1972. Perum
Listrik Negara kemudian menjadi PT PLN (PERSERO) pada tahum 1994, dengan latar
belakang perubahan adalah unutk menyesuaikan perkembangan zaman serta agar
lebih fleksibel dalam mencari pendanaan.. Dengan adanya UU no 19/2003 tentang
BUMN serta adannya UU no 40/2007 tentang perseroan terbatas (PT) , PLN tidak
lagi sebagai penyedia infrastruktur listrik atau sebagai PSO yang berorientasi
Sosial, tetapi dibebani juga misi mencari keuntungan atau menjadi sebuah
entitas bisnis, PLN pada awal tahun 2012 mempunya pegawai sebanyak 49.800
orang, sedangkan kapasitas pembangkit yang dimiliki adalah 28.500 MW dan masih
membeli listrik dari sejumlah Independent Power Producer (IPP) atau pmbangkit
swasta sebesar 3500 MW.”
- Argumentasi yang dipergunakan didukung oleh data, fakta dan alasaan yang menyakinkan, berikut saya berikan kutipan beberapa paragraph argumentasi
Mengenai
kebijakan restrukturisasi sector ketenagalistrikan Bapak Kuntoro Mangkusubroto
(Menteri Pertambanganan dan energy Republik Indonesia) mengemukakan pendapatnya
:
Menyadari
pentingnya bahwa tenaga listrik merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi
perbaikan taraf hidup rakyat dan pembangunan ekonomi nasional, maka Pemerintah
selalu meberikan prioritas yag tinggi dalam pembangunan sektor
ketenagalistrikan
Pemerintah
telah menyusun kebijakan Restrukturisasi Sektor ketenagalistrikan untuk dapat
menjawab tantangan-tantangan dari krisis ekonomi yang ada sekarang ini dan
meletakan dasar yang lebih baik lagi bagi perkembangan sektor ini dimasa
mendatang. Visi yang melatarbelakangi kebijakan ini adalah membentuk sektor
ketenagalistrikan yang mampu berkembang pesat, mampu menyediakan tenaga listrik
yang efisien dan berkualitas tinggi sehingga memberikan manfaat bagi konsumen
serta mandiri secara finansial
Empat
tujuan restukturisasi adalah pemulihan kelayakan keuangan, kompetisi,
transaparasi, serta partisipasi swasta yang efisien. Program restrukturisasi
akan meliputi 6 bidang utama sebagai berikut : (1) Restrukturisasi industry (2)
Pengenalan Kompetisi (3) penetapan tarif, pengembalian biaya (4) Rasionalitas
dan ekspansi partisipasi swasta (5) Redefinisi peran pemerintah (6) Memperkuat
kerangka hokum dan pengaturan. Kebijakan restrukturisasi akan dilaksanakan
dalam kurun waktu 5 tahun sesuai dengan sebuah jadwal yang realistis dan dikonsultasikan
dengan pihak pihak yang terkait.
Langkah
awal dari restrukturisasi di sektor ketenagalistrikan adalah pemecahan secara
geografis usaha penyediaan tenaga listrik. DI sektor ketenagalistrikan yang
lebih berkembang, usaha penyediaan tenaga istriknya juga akan dipecah menjadi
usaha pembangkit, transmisi dan distribusi. Kompetisi akan menjadi usaha
pembangkit , transmisi dan distribusi. Kompetisi ajan diperkenalkan dans ebuah
badan pengatur yang independen akan dibentuk.
Pemerintah
mempunyai keyakinan bahwa kebijakan restrukturisasi yang baru ini akan mampu
membawa sektor ketenagalistrikan menjadi sektor yang efisien, mempu berkembang
secara pesat dan berkesinambungan, serta mampu menyediakan tenaga listrik yang
berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau untuk memberikan manfaat kepada
konsumen
- Pada buku ini hanya berbentuk ilustrasi dengam mengambil sampel contoh dalam bentuk tlisan, tidak ada ilustrasi dalam bentuk visualisasi gambar, buku ini hanya memberikan dokumentasi dari serikat pekerja PLN di akhir halaman dan menurut saya itu hanya bersifat pelengkap saja, dokumentasi tersebut tidak menjelaskan konsep konsep dalam bentuk tulisan yang telah dibahas.
- Latar belakang penulis dalam sisi penyajian buku ini sangatlah mempunyai korelasi yang baik, karena sang penulis lah yang terjun langsung ke lapangan, jika tidak terjun langsung, dia mempunyai banyak relasi dari teman teman nya yang bisa dibilang berkompeten di bidang yang ingin dia gali informasinya, sehingga terbukti ia sangat memahami alur dan konsep dari buku ini
- Buku ini dapat dibilang memotivasi , tetapi untuk meciptakan perasaan termotivasi itu tergantung dari pribadi sang pembaca, jika dia mempunyai skill di bidang yang sama dengan penulis, maka buku ini smempunyai nilai motivasi yang tinggi, tetapi untuk awam, sepertinya tidak akan termotivasi, karena persoalan yang dibahas memang cukup rumit dan susah dimengerti .
- Kepustakaan yang dipergunakan mutakhir dan relevan, karena memuat uraian sitematis tentang kajian literatur dan hasil penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan serta menunjukkan kondisi mutakhir dari bidang ilmu tersebut (the state of the art) .
- Tidak ada indeks dalam buku ini, tetapi ada glosarium dan ini sangat membantu saya dalam memahami bacaan, meskipun tidak lengkap, glosarium ini saya kira sudah cukup membantu.
Bahasa
- Buku ini sudah menggunakan kaidah kaidah bahasa yang baik dan benar begitu juga unsur unsur kalimatnya tetapi ada beberapa tanda baca yang memang keliru, disana terdapat koma sebelum kata “dan”. Penggunaan koma (,) sebelum kata “dan” hanya diperbolehkan jika kalimat tersebut merupakan kalimat yang diperbolehkan menggunakan tanda koma (,) sebelum kata “dan” sesuai aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lalu masih ada pemborosan kata seperti kata berulang, sehingga kalimat menjadi kurang efektif.
- Masing masing paragraph memiliki gagasan pokok serta diberikan kalimat pendukung, jadi meskipun kita belum selesai membaca, atau merasa lelah membaca tulisan yang banyak, maka dengan kita tahu gagasan pokonya, kita sudah dapat mengambil maksud dari paragraph tersebut.
- Pemilihan kata , panjang dan susunan kalimat sudah sesuai dengan kemampuan membaca sasaran. Tetapi akan sangat membosankan bagi awam, karena bahasa yang digunakan sudah tingkat tinggi dalam ilmu pendidikan
Evaluasi
- Tema buku ini menarik, melihat judul bukunya saja sudah menimbulkan rasa penasaran bagi pembaca, karena jarang sekali ada buku yang memang membahas fakta dibalik layar suatu instansi
- Dengan adanya informasi yang lengkap dari buku ini, pembaca akan tertarik untuk menjadikan buku ini sebagai referensi atau pacuan untuk membuat penelitian baru
- Keunggulan
- Isi buku ini menceritakan sangat detail tentang metamorfosa PLN, road map, perubahan Ideologi pemerintah, Undang undang, dan berbagai pandangan, serta lampiran lampiran data dari seminar ketahanan energi nasional
- Penyajian juga disajikan dengan detail dan konkrit, semua dibahas / disajikan dengan fakta fakta yang ada, terbukti dengan adanya lampiran undang undang dan hasil seminar seminar ketahanan energi nasional di berbagai instansi
- Untuk bahasa , dilihat dari segi analisa penelitian , bahasa yang digunakan sangat cocok.
- Kelemahan
- Isi buku ini terlalu banyak data yang tidak membuat nyaman para pembaca, mood dari pembaca berbeda beda, ada yang suka terhadap kelengkapan data seperti pasal dan undang undang.
- Dalam penyajian menurut saya tidak ada kelemahan
- Untuk bahasa , dilihat dari segi hobi , bahasa yang digunakan sulit untuk dimengerti , karena menggunakan bahasa tingkat tinggi/bahasa penelitian
- Rekomendasi terhadap buku ini yaitu alangkah lebih baik jika penulis memperhatikan gaya bahasa untuk semua kalangan, boleh saja data dan fakta banyak, tetapi untuk sebuah buku yang sudah lepas di pasar, baiknya dari isi, penyajian dan bahasa dibuat secara umum / dapat dimebgerti oleh semua kalangan.
Kesimpulan
Pada
buku ini terdapat permasalahan mendasar bangsa Indonesia , yaitu permasalahan
karakter pragmatis yang telah merambah keseluruh jenjang strata social dari
rakyat biasa sampai ke pucuk para pemimpin bangsa, dengan kondisi sebagaimana
yang telah dijelaskan tadi, belanda yang semula hanya berniat berdagang ,
akhirnya dengan politik devide et impera berhasil merubah misi dagang menjadi
penjajah secara fisik dna berlangsung selama 350 tahun
Perlawanan
para pejuang untuk mengusir penjajah selalu gagal karena ibaratnya satu orang
melawan , sepuluh orang yang lain tega “menikam” dari belakang demi mengejar
rente dari penjajah, perlawanan terhadap penjajah baru berhasil setelah
dilakukan strategi campuran antara perlawanan secara fisik dan secara
intelektual yaitu politik deplomasi internasioanl
Dengan
perubahan strategi sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, dari Negara Negara
jajahan untuk mencapai kemerdekaannya , maka negara negara kolonial merubah
strateginya dengan mendirikan lembaga keuangan dunia seperti International Bank
of Reconstruction Development (IBRD) yang kemudian berubah menjadi world bank
(WB) , Asian Development Bank (ADB) , nternational Monetary Fund (IMF), USAID
dll, untuk melakukan kembali penjajahan yangbselama ini dilakukan secara fisik
, Lembaga keuangan dunia tersebut terbentuk setelah terjadinya pertemuan negara
negara kolonial di Washington pada 1994 yang terkenal dengan sebutan The
Consensus Washington.
Selama
pemerintahan Soekarno-Hatta dari 1945-1965, aksi penetrasi negara negara Barat
dan Amerika untuk kembali menjajah Indonesia dengan strategi The Consesnsus
Washington (penjajahan ekonomi melalui srategi “politik hutang”) tidak kunjung
berhasil, karena rezim soekarno hatta menerapkan strategi TRI SAKTI dan
BERDIKARI untuk menerjemahkan pancasila dan UUD 1945 . Dan setelah peristiwa
berdarah 1965, saat soeharto berhasil menyingkirkan soekarno dan berkuasa
selama 32 tahun dengan rezim orde barunya, maka amerika dan barat berhasil
menguasai Indonesia dengan penerapan strategi hutang dan membuat ketergantungan
pemerintah Indonesia terhadap Asing (Amerika dan Barat). Apalagi setelah hutang
luar negeri Indonesia mencapai $AS 132 Miliar (sekitar Rp 1400 triliun), maka
IMF berhasil memaksa presiden soeharto menandatangani Letter of Intent (LOL,
yaitu semacam surat pengakuan hutang disertai dengan komitmen pemerintah RI
untuk melakukan kebijakan sesuai arahan IMF) pada oktober 1997 di depan Mizhel
Camdessus; Managing Director of IMF.
Paralel
dengan penerapan LOL ini , kemudian terjadilah amandemen UUD 1945 menjadi UUD
Liberal 2002, yang secara esensial merubah ideologi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berazazkan pancasila menjadi ideology liberal. Hal
tersbut ditegaskan oleh pakar hokum tata negara prof Sahetapy SH, pada acara
Indonesia Lawyers Club di TV One tanggal 16 September 2014 malam.
Dengan
dirubahnya UUD 1945 menjadi UUD Liberal 2002, maka seluruh undang undang
ekonomi maupun politik berasaskan liberal, dianataranya UU no 30/2009 tentang
ketenagalistrikan juga akan menerapkan liberalisasi tariff listrik khususnya di
wilayah Jawa-Bali dengan terlebih dahulu menjual/meprivatisasi PLN jawa-Bali
sesuai dengan PERPRES No 39.2014
Kelemahan
bangsa Indonesia ada pada pribadi yang lemah dan pragmatis. Sehingga tidak ada
daya juang dan kemandirian yang dibutuhkan sebagai syarat utama sebuah bangsa
bila ingin maju, Dari pengalaman masa lalu, bukan berarti bangsa Indonesia
sudah tertutup pintunya untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, modern dan
mandiri, untuk itu sangat dibutuhkan pemimpin yang visioner dengan ideology etatisme
yang dapat memajukan bangsanya, dimulai dengan kehadiran negara sebagai prime
mover (penggerak utama) ekonomi yang berbasis pada cabang produksi yang penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga sektor
ketenagalistrikan tetap dianggap sebagai Infrastruktur dan dipertahankan dalam
vertically Integrated System atau secara vertical terintegrasi seperti saat ini
Di
masyarakat mungkin bertanya-tanya, mengapa PLN selalu merugi terus? Jadi
sebenarnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama: ada ‘kesenjangan’
dalam beberapa faktor, yakni antara biaya produksi dengan harga jual. Kalau
bicara biaya produksi sangat di dominasi oleh pembangit-pembangkit yang bahan
dasarnya minyak. Sementara, PLN membeli minyak ke Pertamina dengan harga
komersial, bukan harga subsidi seperti kalau kita beli minyak untuk mobil kita
dengan harga Rp. 4.300,-/liter. Jika harga BBM dunia saat ini mencapai $
100/barrel maka PLN membeli dengan harga Rp. 7.000,- – Rp. 7.500 / liter. Kita
masih menggunakan sekitar 36% pembangkit yang menggunakan berbahan bakar
minyak. Sehingga biaya produksinya 38 – 40 triliun/tahun. Nah inilah yang
menjadi mengapa PLN sangat merugi.
Pembangkit
yang menggunakan bahan bakar minyak, per-kwh nya membutuhkan 1/3 liter minyak.
Atau membutuhkan sekitar Rp 2.300,- / liter untuk menghasilkan 1 kwh. Sementara
PLN menjualnya ke konsumen sebesar Rp. 620,- / kwh. Ini baru bahan bakar saja.
Belum biaya administrasi, offerhad, pemeliharaan, transmisi, distribusi, dll.
Bisa dilihat kesenjangannya.
Kedua:
adanya inefisiensi ‘sistemik’. Kalau bicara inefisensi, sebenarnya tahun 80-an
PLN sudah menyiapkan sebuah pembangkit yang bisa dioperasikan dengan bahan
bakar gas dan minyak dimana bisa menghasilkan daya 7.500 Megawatt seluruh
Indonesia. Pembangkit ini seharusnya dioperasikan pakai gas. Karena biayanya
lebih murah. Kalau dioperasikan dengan gas maka hanya membutuhkan biaya 7
triliun/tahun. Gas saat ini tidak ada karena ada regulasi minyak dan gas yang
‘njomplang’ dimana sebagian besar justru di eksport ke luar negeri bukan untuk
pasokan kebutuhan dalam negeri. Kalau pakai minyak, maka menghabiskan biaya 33
triliun/tahun. Jadi, gara-gara tidak ada gas maka menyebabkan inefisiensi sebesar
26 triliun/tahunnya. Ini inefisiensi yang paling kentara itu.
Ketiga:
Masalah SDM. Kalau kita evaluasi SDM di PLN, maka adalah betul jika masih
ditemui kelakuan dari SDM PLN yang tidak sesuai dengan aturan, seperti korupsi,
mark up, manipulasi, dll. Saya pikir masih banyak juga. Namun, ini semua sangat
tergantung pada ‘pembinaan’ instansi diatasnya. PLN kan punya atasan, Meneg
BUMN sebagai pemegang saham. Juga mengikuti rambu-rambu yang dicanangkan oleh
Menteri ESDM, kalau masalah keuangan mengikuti Departemen Keuangan. Kemudian
permasalahan pengawasan jalannya kinerja, meskipun dalam pemikiran tidak tepat
tetapi kenyataannya kita sering di panggil DPR, komisi VII. Dengan sekian
banyak instansi diatas PLN, tetapi mereka dalam pembinaan tidak efektif. Bahkan
saya lihat, mereka bukan membina tetapi malah membinasakan. Dalam artian,
mereka semua ‘mengintervensi’ dalam konotasi negative. Artinya ngrecokin.
Seperti halnya DPR kalau mengundang rapat dengar pendapat, ujung-ujungnya
banyak oknum yang minta proyek. Nah, inilah yang membuat gak efisiensnya PLN
itu. Bahkan banyak cost yang dihambur-hamburkan dalam rangka menjaga
keseimbangan antara direksi PLN dengan instansi diatasnya tadi. Kesimpulannya
adalah salah urus dalam energy primernya dan permasalah SDM.
Dengan
berdasar kondisi diatas, bahwa PLN inefisien, PLN merugi, akhirnya pemerintah
membuat suatu kebijakan-kebijakan yang kearah kapitalis. Jadi PLN menurut UU
Kelistrikan No 20/2002, yang sudah almarhum itu, dengan alas an tidak efisien
tadi maka arahnya PLN ini akan diswastakan. Ini agenda yang sudah terprogram
ya… artinya sudah menjadi UU, yang sudah disetujui oleh DPR, Presiden, itu akan
di swastakan. Ini bisa dilihat dalam pasal-pasal 8, 16, 17, 18, 19, 20 dari UU
Kelistrikan. Jadi disana, pembangkit akan diswastakan, kemudian riteil juga
diswastakan.
Kalau
pembangkit diswastakan, perlu diketahui bahwa rata-rata, harga pembangkit yang
paling murah adalah 5,5 triliun. Siapa yang bisa membelinya? Sebagai contoh
saja adalah Indosat yang sekian persennya harganya adalah 5,5 triliun yang
membeli kan temasek (Perusahaan Singapura-red). Kalau dalam prediksi saya,
kalau pembangkit dijual maka pembelinya adalah asing atau pengusaha nasional
yang sudah pasti berkolaborasi dengan asing juga.
Kondisi
ini terkait dengan cara pandang pemerintah yang menghadapi permasalahan yang
rumit ini dengan cara gampangan. Yaitu, sekarang sudah pusing mengoperasikan
PLN ya… sudah saja dijual ke swasta habis itu hanya melihat. Alasannya, pertama
kali menjual dapat fee, yang kedua, dalam operasionalnya toh tidak ada tanggung
jawab terhadap masyarakat. Nah, ini yang akan terjadi di Jawa-Bali.
Daftar
Pustaka
Daryoko,
Ahmad, 2015. Konspirasi Penjualan PLN ke Asing. Bogor: PT Bakti Insan
Globalindo